Stunting di Bandung Barat Melonjak Drastis, KBB Masuk “Zona Merah” Jawa Barat

Stunting di Bandung Barat Melonjak Drastis: KBB Masuk “Zona Merah” Jawa Barat

KABUPATEN BANDUNG BARAT-wartabandungbarat.com – Angka stunting di Kabupaten Bandung Barat (KBB) melonjak drastis hingga 30,8 persen pada tahun 2025. Prevalensi ini menempatkan KBB dalam \”zona merah\” Jawa Barat. Angka tersebut jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 19,8 persen. Situasi ini memicu sorotan tajam terhadap efektivitas program pemerintah daerah dalam penanganan stunting.

Lonjakan angka stunting menjadi perhatian serius. Kepala BKKBN, Wihaji, menyatakan prevalensi KBB 30,8 persen pada tahun 2025 masih jauh di atas rata-rata nasional. Angka ini menandakan tantangan besar bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret harus segera dilakukan.

Data historis menunjukkan fluktuasi signifikan. Pada tahun 2013, angka stunting mencapai 52,55 persen. Kemudian, angka ini menurun menjadi 36,69 persen pada tahun 2014. Namun, prevalensi kembali ke 30,80 persen pada tahun 2019.

Tren penurunan sempat terlihat. Dinas Kesehatan KBB mencatat angka 29,60 persen pada tahun 2021. Selanjutnya, angka ini turun ke 27,3 persen pada tahun 2022. Pada tahun 2023, prevalensi stunting mencapai 25,1 persen, menurun 2,2 persen dari tahun sebelumnya. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 masih belum keluar.

Selain itu, jumlah anak berisiko stunting juga menjadi perhatian. Berdasarkan e-PPGBM, terdapat 6.071 anak (5,56%) berisiko stunting pada tahun 2023. Angka ini sedikit menurun menjadi 5.827 anak (4,95%) pada tahun 2024. Hingga Januari 2025, jumlahnya mencapai 3.865 anak (3,69%).

Program Pelita Bening dan TPPS Jadi Garda Depan Penanganan Stunting

Pemerintah Kabupaten Bandung Barat memiliki target ambisius. Mereka berupaya menurunkan stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Target ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai program telah diluncurkan.

Baca Juga  Program Makan Bergizi Gratis di KBB: Antara Harapan dan Tantangan Realisasi

Salah satu inisiatif utama adalah Program Pelita Bening. Program ini merupakan singkatan dari Perangkat Daerah Peduli Ibu Hamil, Balita, dan Bersama-sama Menangani Stunting. Pemkab Bandung Barat meluncurkannya untuk penanganan langsung. Program ini melibatkan dua perangkat daerah di setiap kecamatan.

Pelita Bening melakukan intervensi spesifik. Program ini memberikan makanan tambahan (PMT) berupa telur ayam dan pangan lokal bergizi. Sasaran PMT adalah balita bermasalah gizi, ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronis), dan ibu hamil berisiko. Pemberian telur ayam dimulai sejak 11 November 2024. Total sasaran mencapai 34.334 orang. Penanganan balita kurus (wasting) dan ibu hamil KEK juga menjadi fokus utama.

Selain itu, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) juga berperan penting. TPPS telah terbentuk di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga desa. Tim ini bertugas menyusun rencana kerja. Mereka mengkoordinasikan 8 aksi penurunan stunting terintegrasi. TPPS juga membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk dukungan di lapangan.

Edukasi Gizi hingga Sanitasi: Strategi Komprehensif Hadapi Stunting

Strategi penanganan stunting di KBB bersifat lebih luas. Pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka melakukan edukasi gizi seimbang. Edukasi ini khususnya menyasar ibu hamil, menyusui, dan balita. Kampanye gizi juga rutin dilaksanakan di posyandu dan puskesmas.

Intervensi gizi spesifik dan sensitif juga terus berjalan. Program ini mencakup distribusi vitamin dan mineral. Zat besi, asam folat, dan tablet tambah darah diberikan kepada kelompok sasaran. Pemerintah juga mendorong ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI bergizi. Ini penting untuk tumbuh kembang optimal anak.

Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan menjadi prioritas. Tenaga kesehatan menerima pelatihan rutin. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan mereka dalam deteksi dan penanganan stunting. Di sisi lain, peningkatan sanitasi dan akses air bersih juga dilakukan. Edukasi cuci tangan yang benar menjadi bagian dari upaya ini.

Baca Juga  KTP Online KBB: Daftar Mudah, Ambil Fisik di Kantor

Penguatan kebijakan dan kolaborasi juga krusial. Pemerintah daerah mengalokasikan dana desa untuk program stunting. Mereka juga melibatkan berbagai pihak. Pemerintah, swasta, dan organisasi masyarakat bersinergi. Seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di KBB diharapkan turut serta dalam penanganan stunting. Namun, Kepala Dinas Kesehatan KBB, Ridwan Abdullah, menyebut kendala anggaran dan kurangnya relawan nakes. Ini terjadi khususnya dalam penanggulangan stunting di Kecamatan Cisarua.

Dana Insentif Fiskal Rp 5,4 Miliar Disorot, Efektivitas Penanganan Dipertanyakan

Pada tahun 2024, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menerima kabar baik. Mereka mendapatkan alokasi insentif fiskal kinerja sebesar Rp 5,4 miliar. Pemerintah Pusat memberikan dana ini. Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyerahkannya langsung kepada Pj Bupati Bandung Barat saat itu, Ade Zakir. Dana ini seharusnya memperkuat intervensi gizi. Selain itu, dana ini juga untuk layanan dasar bagi balita di wilayah rentan. Tujuan utamanya adalah percepatan penurunan stunting.

Namun, dugaan kuat muncul mengenai penggunaan anggaran tersebut. Anggaran Rp 5,4 miliar diduga dialihkan untuk pembangunan sanitasi. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan bantuan awal. Bantuan tersebut khusus untuk penanganan stunting. Mantan Kepala Dinas Kesehatan KBB, Ridwan Abdullah, menyatakan program penurunan stunting selama ini hanya mengandalkan APBD senilai Rp 1,6 miliar.

Lonjakan angka stunting pada tahun 2025 menimbulkan sorotan tajam. Publik mempertanyakan efektivitas program pemerintah daerah. Transparansi penggunaan dana insentif fiskal juga menjadi isu. Aktivis kebijakan publik dan pengamat anggaran daerah, Bilal Alfariz, menyebutnya sebagai \”alarm kegagalan tata kelola fiskal dan program kesehatan.\” Ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh.

Berbagai pejabat telah memberikan pernyataan. Kepala BKKBN, Wihaji, menegaskan prevalensi stunting KBB 30,8 persen pada tahun 2025. Angka ini masih jauh di atas rata-rata nasional. Oleh karena itu, upaya lebih keras diperlukan.

Baca Juga  KBB Resmi Berdiri 2007: Mengenang Hari Jadi Kabupaten Bandung Barat

Mantan Pj Bupati Bandung Barat, Ade Zakir, juga angkat bicara. Saat menerima insentif fiskal pada 4 September 2024, ia menegaskan keberhasilan KBB. Keberhasilan ini tidak lepas dari alokasi anggaran khusus. Ia juga menyebut angka stunting pada November 2024 masih cukup tinggi. Angka tersebut mencapai 25,10 persen.

Dr. dr. H. Ridwan Abdullah Putra, SpOG, Subsp.KFM, CH, selaku Kepala Dinas Kesehatan KBB, turut berkomentar. Ia menyatakan pencegahan stunting adalah langkah strategis. Langkah ini mendukung visi Indonesia Emas 2045. Ia juga mengakui tantangan untuk mewujudkan KBB bebas stunting. Tantangan ini termasuk kendala anggaran dan kurangnya relawan tenaga kesehatan.

Landasan hukum penanganan stunting juga telah diperbarui. Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bandung Barat Nomor 53 Tahun 2019 mengatur percepatan penurunan dan pencegahan stunting terintegrasi. Perbup ini kemudian dicabut. Perbup Kabupaten Bandung Barat Nomor 60 Tahun 2023 kini menjadi dasar hukum terbaru. Perbup ini mengatur percepatan penurunan stunting.

(Reporter: Rani Adelia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *